visitor

Rabu, 30 Maret 2011

Delapan Kebohongan Seorang Ibu Dalam Hidupnya





Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan

membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah

ini justru sebaliknya.



Dengan adanya kebohongan ini, makna sesungguhnya dari kebohongan ini

justru dapat membuka mata kita dan terbebas dari penderitaan, ibarat

sebuah energi yang mampu mendorong mekarnya sekuntum bunga yang paling

indah di dunia.



. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi

nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata :



"Makanlah nak, aku tidak lapar" ----------



KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA



Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu

senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap

dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi

untuk petumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar

dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk

disamping gw dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang

yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu

seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan

memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia

berkata :



"Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan" ----------



KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA



Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan kakakku,

ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk

ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk

menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari

tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan

gigihnya melanjutkan pekerjaanny menempel kotak korek api. Aku berkata

:"Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.



" Ibu tersenyum dan berkata :"Cepatlah tidur nak, aku tidak capek" ----------



KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA



Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi

ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu

yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama

beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah

selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah

disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak

dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat

ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu

sambil menyuruhnya minum.



Ibu berkata :"Minumlah nak, aku tidak haus!" ----------



KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT



Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap

sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu,

dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita

pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat

kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati

yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar

maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat

kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk

menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan

nasehat mereka,



Ibu berkata : "Saya tidak butuh cinta" ----------



KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA



Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan

bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak

mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit

sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang

bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu

memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang

tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut.



Ibu berkata : "Saya punya duit" ----------



KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM



Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian

memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat

sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di

perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa

ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati,

bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku :



"Aku tidak terbiasa" ----------



KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH



Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung,

harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang samudra

atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku

melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani

operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh

kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku

karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu

menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering.

Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit

sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan

tegarnya berkata :



"Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan" ----------



KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN.



Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta

menutup matanya untuk yang terakhir kalinya. Dari cerita di atas, saya

percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali

mengucapkan : " Terima kasih Ibu ! "



Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon

ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita

untuk berbincang dengan ayah ibu kita?



Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai

beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita

selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan

dengan pacar ('afwan yah nyindir yg pacaran), kita pasti lebih peduli

dengan pacar. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar, cemas

apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila di

samping kita...??



Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari ortu kita? Cemas

apakah ortu kita sudah makan atau belum? Cemas apakah ortu kita sudah

bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan

kembali lagi...



Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi ortu kita,

lakukanlah yang terbaik.



Jangan sampai ada kata "MENYESAL" di kemudian hari.
 http://www.kaskus.us/showthread.php?t=7693397

0 komentar:

Posting Komentar

setelah baca, jangan lupa komentar ya.....

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

connect with us

Archives

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews