Siapakah manusia terjenius yang pernah dimiliki dunia? Da Vinci? John Stuart Mills? Atau Albert Einstein
seperti yang selama ini diperkirakan orang? Ketiganya memang dianggap
jenus-jenius besar yang telah memberikan banyak pengaruh terhadap
bidangnya masing-masing. Tapi gelar manusia terjenius yang pernah
dimiliki dunia rasanya tetap layak diberikan kepada William James Sidis. Siapakah William James Sidis? Peramal, Pengusaha, atau Ilmuwan?.
Mungkin
anda sudah merasa penasaran tentang siapa sih si William James Sidis
ini, Sidis adalah salah satu manusia yang termasuk paling pintar yang
pernah ada di bumi ini. Tapi pasti banyak dr anda yg tidak tahu kan?
ya, karena pria dengan IQ antara 250 - 300 ini tidak banyak digembar
gemborkan seperti ilmuwan lain.
William James Sidis (1 April 1898 - 17 Juli 1944)
adalah seorang anak Amerika yang luar biasa ajaib dengan kemampuan
matematika dan linguistik. William James Sidis lahir dari imigran
Rusia-Yahudi pada 1 April 1898, di Kota New York. Ayahnya, Boris Sidis,
Ph.D., MD, telah beremigrasi pada tahun 1887 untuk menghindari
penindasan politik. Ibunya, Sarah Mandelbaum Sidis, MD, dan keluarganya
telah melarikan diri dari pogrom pada tahun 1889. Sarah bersekolah di
Boston University dan lulus dari Sekolah Kedokteran pada tahun 1897.
Sidis
bisa membaca New York Times pada usia 18 bulan, dan dilaporkan bahwa ia
bisa mempelajari delapan bahasa (bahasa Latin, Yunani, Perancis, Rusia,
Jerman, Ibrani, Turki, dan Armenia) pada usia 8 tahun, dan menemukan
yang lain, yang ia sebut Vendergood. Sidis menulis beberapa buku
sebelum berusia 8 tahun, diantaranya tentang anatomy dan astronomy.
Timbul
pertanyaan kenapa Sidis pada usia segitu sudah bisa segala hal ini , ya
Sidis dapat berbahasa dan lainnya yaitu berkat sang Ayah Boris Sidis
yang seorang Psikolog berdarah Yahudi. Boris ini adalah salah seorang
lulusan
Harvard
dan juga murid dari William James (yang namanya dijadikan nama Sidis).
Boris ini menjadikan anaknya sebagai contoh untuk sebuah model
pendidikan baru sekaligus juga menyangkal sistem pendidikan
konvensional yang dianggapnya telah menjadi biang keladi kejahatan,
kriminalitas dan penyakit. Itu ayahnya, lain dengan Ibunya Sarah
Mandelbaum Sidis yang terbunuh sekitar tahun 1889. Sarah merupakan
Mahasiswi dari Universitas Boston dan lulus di School of Medicine tahun
1897 dan melanjutkan dengan belajar psikologi disana juga .
Pada
usia 9 tahun Ayahnya mendaftarkan Sidis ke Universitas Harvard, tapi
ditolak oleh pihak universitas karena tidak ada seorang calon mahasiswa
yang mendaftar pada usia seperti itu. Tapi karena kejeniusan si Sidis
pada tahun 1909 atau waktu berumur 11 tahun dia diberikan penghargaan
oleh Universitas untuk mengikuti perkuliahan disana, pada usia ini juga
Sidis membuat rekor sebagai orang termuda yang mendaftar di Universitas
tersebut.
Kemudian
Hardvard pun terpesona oleh Sidis yang memberikan ceramah tentang four
dimensional bodies di klub matematika disana dan terlebih lagi dia bisa
200 bahasa yang ada di dunia. Dia juga dapat dengan lancar
mengalihbahasakan sebuah buku atau tulisan dengan bahasa lain. Sidis
juga dalam jangka waktu satu hari dapat mempelajari bahasa baru dengan
sangat baik. Profesor Daniel F dari MIT memperkirakan bahwa Sidis akan
menjadi ahli matematika di masa yang akan datang. Sidis baru ikut
mengikuti kuliah penuh pada tahun 1910 dan belajar tentang Derajat Bachelor of Arts, dan cumlaude pada tahun 18 Juni 1914 di umur 16 tahun.
Setelah
ia lulus, dia memberitahukan kepada reporter bahwa dia ingin hidup
bebas, meskipun itu berarti hidup dalam pengasingan. Reporter itu
berasal dari Harian Boston Herald, dalam harian itu mempublikasikan
bahwa janji Sidis untuk tidak menikah, tetapi akhirnya dia bertemu
dengan wanita muda yang bernama Martha Foley dan kagum dengan wanita
ini. Setelah itu dia mendaftar lagi di Graduate School of Arts and
Sciences.
Setelah
belajar disana ada sekelompok murid yang sempat mengancamnya, sehingga
membuat orang tuanya mengamankannya dan diberikan pekerjaan di Institut
William Marsh Rice untuk memperdalam kelimuannya ini yang bertempat di Houston,
Texas sebagai asisten dosen matematika. Dia mendaftar disana pada umur
17 tahun pada desember 1915. Setelah itu dia mengejar untuk gelar
doktornya. Sidis mengajar 3 kelas Euclidean geometri, non-Euclidean
geometri, dan trigonometri (dia menulis buku Euclidean Geometri dalam
bahasa Yunani).
Selama
kurang lebih setahun, dia frustasi dengan universitas, pengajarannya
dan juga perlakuan yang diberikan dari kakak kelasnya. Akhirnya dia
keluar dan kembali ke Inggris. Sewaktu sebelum keluar, temannya sempat
bertanya kepada Sidis mengapa dia keluar dari sana, Sidis menjawab 'Aku
tidak tau kenapa mereka memberiku pekerjaan ini dan menempatkanku
sebagai orang spesial, aku sebenarnya tidak layak sebagai dosen. Aku
sebenarnya tidak keluar, aku hanya ingin pergi'. Akhirnya dia mendaftar
lagi ke Harvard Law School pada September 1916 tapi dia keluar pada akhir Maret 1919.
Tahun
1919, setelah dia keluar dari Harvard Law School, Sidis ditangkap oleh
Sosialis May Day di Boston karena terlibat perkelahian. Dia di kurung
selama 18 bulan di Sedition Act tahun 1918 karena kekacauan yang
dibuatnya. Penangkapan Sidis menjadi headline di koran - koran, waktu
di penjara dia menyatakan bahwa dia sungguh - sungguh mengutuk
Perang
Dunia Pertama dan dia tidak percaya kepada tuhan dan juga dia merupakan
sorang sosialis (meskipun nantinya dia mengembangkan filosofi buatannya
sendiri yaitu "libertarianism" yang berasal dari pendapat sendiri dan
merupakan kelanjutan dari kesosialan amerika. Ayahnya membuat rencana
dengan seorang pengacara untuk mengeluarkan Sidis dari penjara.
Akhirnya setelah keluar keluarganya membawa Sidis ke Sanitorium untuk
sedikit memperbaiki diri Sidis dan mengancam jika Sidis tidak menurut
maka akan dimasukkan ke rumah sakit jiwa.
Setelah
berhasil kembali ke East Coast tahun 1921, Sidis memutuskan untuk hidup
bebas dan terasing, dan juga hanya membuat mesin - mesin untuk
kerjanya. Dia bekerja di New York dan jauh dari keluarganya. Dia
membutuhkan beberapa tahun sebelum akhirnya kembali ke Massachusetts
dan juga nantinya ditangkap setelah setahun kemudian. Dia menghabiskan
waktu untuk hobinya yaitu mengoleksi karcis trem, menerbitkan majalah
dan mengajar kelompok kecil dari temannya tentang sejarah amerika.
Tahun
1944, Sidis memenangkan penghargaan dari The New Yorker dari artikel
tentang dirinya tahun 1937, meskipun terdapat banyak pernyataan yang
salah. Setelah artikel dengan judul "Where Are They Now?", Sidis juga
menulis dengan nama samaran yang menceritakan tentang kehidupannya yang
terasing , dengan judul "hall bedroom in Boston's shabby South End".
Orang
- orang kemudian menulis bahwa kehidupan Sidis tidak bahagia.
Popularitas dan kehebatannya pada bidang matematika membuatnya
tersiksa. Sidis meninggal umur 46 di Boston pada tahun 1944 karena
pendarahan di otaknya, Ayahnya juga mati
karena penyakit yang sama umur 56 pada tahun 1923. Pada akhir hayatnya
Sidis menyadari bahwa dirinya adalah hasil dari sebuah percobaan dari
sang Ayah yang membuatnya mengasingkan diri ini. Sayangnya kesadaran
memang sering datang belakangan.
sumber : sourceflame.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar
setelah baca, jangan lupa komentar ya.....